22 November 2008

It's me

SAIFUDIN ANSORI (IFOED), lahir dan besar di sebuah desa tidak begitu jauh dari Bengawan Solo 36 tahun yang lalu, adalah suami dari Arifah Rachmawati (IFAH), dan ayah dari tiga permata kami; Gibran Aulia Muhammad (GIBRAN; kelas 2 SDIT Nurhidayah Solo), Daffa’ Afnan Arfananda (DAFFA’), dan Muthia Alya Qisthy (ALYA; baru lahir 7 Desember 2007). Kami tinggal di kota “tidak pernah tidur”, Solo Jawa Tengah, sekitar 1 km dari Stasiun Balapan. Sungguh pun lebih banyak waktuku, secara fisik, “habis” di Sumatera Selatan. Untuk japri (jalur pribadi), aku bisa dihubungi di dunia maya melalui: saifudin[dot]ansori[ad]yahoo[dot]com .

Tidak pernah bercita-cita menekuni bidang pertanian atau kehutanan sebelum akhirnya “tiba-tiba” memilih Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada pada UMPTN tahun 1991. Menuruti kata hati. Begitulah kira-kira yang mendorongku waktu itu untuk memilihnya. Kuputuskan pula, aku keluar dari IAIN Sunan Kalijaga, di kota yang sama - kota Berhati Nyaman, Djogdjakarta.

Sempat jenuh kuliah pada tahun kedua (sempat juga ingin keluar dari aktifitas kuliah), dan kemudian pada akhirnya organisasi, sungguh pun level HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah), FOKUSHIMITI (Forum Komunikasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah Indonesia), Senat Mahasiswa Fakultas Pertanian UGM dan Keluarga Alumni Madrasah Al-Islam (KAMAS), mampu membangkitkan semangat kembali. Perbanyak aktifitas. Itulah akhirnya kunci yang kudapat untuk membunuh kejenuhan. Karena disana adalah ritme hidup. Kehidupan adalah proses menuju yang terbaik tanpa batas. Tiada proses berarti mandeg, dan itu adalah kematian. Maka dari itu, bagiku hidup adalah mengalir. Kita punya keinginan dan cita-cita, tetapi ada faktor diluar kita (Tuhan dan alam) yang sangat mempengaruhi jalan hidup kita.

Aku percaya akan peristiwa-peristiwa kebetulan.. Disana, kadang sesuatu yang tidak kita impikan, ternyata menjadi jalan hidup kita. Demikianlah, kebetulan itu, akhirnya juga mengantarkanku menjadi seorang Rimbawan hutan tanaman (saya sebenarnya kurang sreg dengan terjemahan dari a plantation forester ini) di Sumatera Selatan. Peristiwa kebetulan tahun 1998 itulah yang pada akhirnya kemudian aku jalani hingga detik ini. Dan aku bangga dan enjoy dengan semua yang ada pada diriku. Sungguh pun demikian, aku tidak boleh menyerah dengan semuanya. Karena kita, manusia, adalah khalifah di muka bumi ini. Warna apa yang kita inginkan, kita sendiri yang mampu mewujudkannya. Karena Allah berfirman, "Aku tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu sendiri yang merubahnya." Bahkan aku juga percaya bahwa, “kita adalah apa yang kita pikirkan”. Nyalakan api semangat, hingga akhir hayat...

Tidak ada komentar: