06 Maret 2009

Hutan Rakyat Prospektif Pasok Industri Hilir

JAKARTA, RABU — Industri produk kehutanan domestik seperti mebel dan kayu pertukangan tak akan kesulitan mendapat bahan baku lagi. Hutan rakyat kini sudah mampu memproduksi kayu rata-rata 6 juta meter kubik per tahun.

Jumlah ini semakin mendekati jatah produksi tebangan (JPT) kayu hutan alam yang tahun 2008 dan 2009 ditetapkan sebesar 9,1 juta meter kubik. Pertumbuhan produksi kayu rakyat tersebut juga potensial mengalihkan konsumsi kayu hutan alam oleh industri.

Demikian diungkapkan Kepala Pusat Informasi Kehutanan Departemen Kehutanan, Masyhud, seusai sosialisasi gerakan menanam "Satu Orang Satu Pohon (One Man One Tree)" di Pondok Pesantren Nurul Alamiah, Serang, Banten, Rabu (4/3).

Seluruh produksi kayu rakyat habis terserap pasar. Kayu rakyat berkontribusi sedikitnya 30 persen dari 19 juta meter kubik produksi kayu di luar JPT tahun 2008.

Dephut pun semakin gencar membagikan benih atau bibit pohon bernilai tinggi, seperti jati, sengon, mahoni, mangga, dan durian, sesuai permintaan masyarakat. Indonesia memiliki sedikitnya 200 jenis pohon yang bernilai tinggi dan bisa menjadi bahan baku industri.

Sedikitnya 32 organisasi masyarakat bekerja sama dengan Dephut untuk menanam sedikitnya 3,2 juta pohon.

Walau produksi kayu dari hutan rakyat tumbuh 10-15 persen per tahun, pemerintah masih sulit mendata luas areal tanam. Hutan rakyat belum berskala masif seperti hutan tanaman industri (HTI) yang bisa mencapai puluhan ribu hektar dalam satu hamparan.

Ada masyarakat yang menanam pohon di areal sampai seluas 10 hektar, tetapi ada juga yang hanya di pematang sawah atau sebagai pagar kebun.

Harga

Masyhud mengatakan, minat masyarakat menanam pohon semakin tinggi karena tertarik dengan harga yang terus naik. Intensifikasi penanaman pohon oleh masyarakat juga dapat mengurangi tekanan terhadap hutan alam secara bertahap.

Harga kayu sengon di Jawa Timur kini berkisar Rp 800.000-Rp 900.000 per meter kubik. Pada tahun 2007, harga masih berkisar Rp 600.000-Rp 650.000 per meter kubik.

Harga kayu jati lebih mahal lagi. Kayu jati merupakan bahan baku favorit industri mebel dan kerajinan. Walau berharga di atas Rp 1,5 juta per meter kubik, produk mebel dan kerajinan dari jati sangat diminati konsumen.

Kondisi ini diakui Direktur Utama PT Albizzia Sinar Lestari Indah (ASLI) Fuad Abdullah, produsen veneer di Jawa Timur. Harga kayu hutan rakyat cenderung bertahan karena permintaan industri hilir kehutanan yang berorientasi pasar domestik masih stabil.

Menurut Fuad, harga kayu sengon cenderung bertahan karena Perum Perhutani juga sudah menaikkan harga dasar penjualan produk kayu di pasaran.

Ketua Umum Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Ambar Tjahyono mengungkapkan, produk kayu hutan rakyat kini semakin prospektif. Bahkan, industri mebel dan kerajinan semakin banyak menyerap bahan baku dari hutan rakyat.

Asmindo malah mulai mengembangkan hutan rakyat dengan pola kemitraan di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Benih dibagikan gratis dan masyarakat di sekitar hutan mendapat pelatihan keterampilan kerja. Proyek ini akan diaudit lembaga independen untuk memperoleh sertifikat ramah lingkungan.

"Hampir 70 persen bahan baku industri permebelan dan kerajinan berasal dari hutan rakyat. Hal ini merupakan bagian dari komitmen kami untuk menciptakan produk yang ramah lingkungan tanpa merusak hutan alam," ujar Ambar. (Kompas, 5 Maret 2009)

05 Maret 2009

Korea Realisasi Investasi HTI

JAKARTA, KAMIS - Kerja sama investasi hutan tanaman Korea dan Indonesia akhirnya terwujud setelah 20 bulan lalu nota kesepahaman ditandatangani di Chunceon, Kangwon, Korea. Menteri Kehutanan MS Kaban dan Menteri Kehutanan Korea Chung Kwang Soo menyaksikan penandatanganan realisasi kerja sama hutan tanaman antarpengusaha kedua negara di Jakarta, Kamis (5/3).

Dua investor Korea mendapat izin pengelolaan hutan tanaman industri (HTI) seluas 30.000 hektar per perusahaan. Perum Perhutani bekerja sama dengan Korean Indonesia Forestry Cooperation (KIFC) dan Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) bekerja sama dengan Korean Forestry Service.

Dua perusahaan yang memperoleh Surat Keputusan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman adalah PT Taiyoung Engreen dan PT Inni Joa.

Kaban mengatakan, bisnis hutan tanaman industri (HTI) kini semakin prospektif. Selain daya serap pasar industri hilir semakin tinggi, kemampuan pohon menyerap karbon pun kini bisa dijual kepada para penghasil polusi dengan mekanisme pembangunan bersih (CDM) sesuai Protokol Kyoto.

Investasi HTI juga semakin potensial karena regulasi Korea mewajibkan setiap industri mengalokasikan 290 juta dollar AS untuk CDM. Nilai tersebut berkisar 10 persen dari nilai investasi industri di Korea yang mencapai 29 miliar dollar AS (Rp 290 triliun).

"Indonesia harus memanfaatkan peluang ini untuk menarik investor Korea berinvestasi di sini lewat mekanisme tersebut," kata Kaban.

Korea sudah berbisnis sektor kehutanan di Indonesia sejak tahun 1970-an dan kini berniat menambah areal baru seluas 500.000 hektar lagi di Kalimantan. Berdasarkan daat Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan Dephut, investor Korea ingin mengembangkan HTI seluas 564.000 hektar.

Pemerintah juga mendorong investor untuk mengembangkan hutan rakyat bekerja sama dengan mitra lokal. Seperti kerja sama KPWN dan KIFC. Mereka akan mengembangkan hutan rakyat Pulau Jawa seluas 20.000 hektar yang berlokasi di luar kawasan hutan. Untuk tahap awal, mereka akan mengerjakan hutan rakyat seluas 1.000 hektar di Purwakarta, Jawa Barat.

Direktur Divisi Usaha Kehutanan Korindo Kim Hoon mengatakan, iklim investasi, terutama kehutanan, di Indonesia semakin membaik. Hal ini membuat Indonesia semakin menjadi tujuan investor untuk ekspansi bisnis HTI selain Filipina, Malaysia, Vietnam, atau Australia. Persoalan yang cukup meresahkan investor selama ini adalah belum sinkron kebijakan pemerintah pusat dan daerah.

Bisnis hutan tanaman di Indonesia memiliki keunggulan karena lahan yang tersedia sangat luas. "Pemerintah semestinya mengoptimalkan potensi ini untuk menggenjot investasi sektor kehutanan," ujar Kim Hoon. (Kompas, 5 Maret 2009)

22 November 2008

It's me

SAIFUDIN ANSORI (IFOED), lahir dan besar di sebuah desa tidak begitu jauh dari Bengawan Solo 36 tahun yang lalu, adalah suami dari Arifah Rachmawati (IFAH), dan ayah dari tiga permata kami; Gibran Aulia Muhammad (GIBRAN; kelas 2 SDIT Nurhidayah Solo), Daffa’ Afnan Arfananda (DAFFA’), dan Muthia Alya Qisthy (ALYA; baru lahir 7 Desember 2007). Kami tinggal di kota “tidak pernah tidur”, Solo Jawa Tengah, sekitar 1 km dari Stasiun Balapan. Sungguh pun lebih banyak waktuku, secara fisik, “habis” di Sumatera Selatan. Untuk japri (jalur pribadi), aku bisa dihubungi di dunia maya melalui: saifudin[dot]ansori[ad]yahoo[dot]com .

Tidak pernah bercita-cita menekuni bidang pertanian atau kehutanan sebelum akhirnya “tiba-tiba” memilih Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada pada UMPTN tahun 1991. Menuruti kata hati. Begitulah kira-kira yang mendorongku waktu itu untuk memilihnya. Kuputuskan pula, aku keluar dari IAIN Sunan Kalijaga, di kota yang sama - kota Berhati Nyaman, Djogdjakarta.

Sempat jenuh kuliah pada tahun kedua (sempat juga ingin keluar dari aktifitas kuliah), dan kemudian pada akhirnya organisasi, sungguh pun level HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Tanah), FOKUSHIMITI (Forum Komunikasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah Indonesia), Senat Mahasiswa Fakultas Pertanian UGM dan Keluarga Alumni Madrasah Al-Islam (KAMAS), mampu membangkitkan semangat kembali. Perbanyak aktifitas. Itulah akhirnya kunci yang kudapat untuk membunuh kejenuhan. Karena disana adalah ritme hidup. Kehidupan adalah proses menuju yang terbaik tanpa batas. Tiada proses berarti mandeg, dan itu adalah kematian. Maka dari itu, bagiku hidup adalah mengalir. Kita punya keinginan dan cita-cita, tetapi ada faktor diluar kita (Tuhan dan alam) yang sangat mempengaruhi jalan hidup kita.

Aku percaya akan peristiwa-peristiwa kebetulan.. Disana, kadang sesuatu yang tidak kita impikan, ternyata menjadi jalan hidup kita. Demikianlah, kebetulan itu, akhirnya juga mengantarkanku menjadi seorang Rimbawan hutan tanaman (saya sebenarnya kurang sreg dengan terjemahan dari a plantation forester ini) di Sumatera Selatan. Peristiwa kebetulan tahun 1998 itulah yang pada akhirnya kemudian aku jalani hingga detik ini. Dan aku bangga dan enjoy dengan semua yang ada pada diriku. Sungguh pun demikian, aku tidak boleh menyerah dengan semuanya. Karena kita, manusia, adalah khalifah di muka bumi ini. Warna apa yang kita inginkan, kita sendiri yang mampu mewujudkannya. Karena Allah berfirman, "Aku tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu sendiri yang merubahnya." Bahkan aku juga percaya bahwa, “kita adalah apa yang kita pikirkan”. Nyalakan api semangat, hingga akhir hayat...

24 September 2008

IPB Temukan Spesies Hewan Langka di Areal HPH

PALEMBANG - Perusahaan penghasil bubur kertas PT Musi Hutan Persada (MHP) harus lebih perhatian terhadap konservasi lingkungan. Pasalnya, di dalam areal konsesi lahannya ditengarai merupakan perlintasan satwa liar di Sumatra Selatan.

Spesies yang termasuk hewan dilindungi itu di antaranya harimau sumatra (Panthera tigris sumatrensis, Linnaeus, 1758), musang (Paradoxurus hermaphroditus, Pallas, 1777), gajah sumatra (Elephas maximus, Linnaesu, 1758), kera (Macaca fascicularis, Raffles, 1821), dan rangkong (Buceros rhinoceros).

Seperti disimpulkan dalam laporan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), kawasan hutan yang terletak dalam Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Tanaman Industri (TI) PT MHP tidak termasuk sebagai kawasan hutan yang dapat mempertahankan populasi spesies yang ada di alam secara layak.

"Pengelolaan terhadap HCVF (High Conservation Value Forest) atau kawasan hutan dengan nilai konservasi tinggi, yang dilakukan PT MHP atas HCVF tipe 1 dan 2 dinilai telah memenuhi beberapa komponen. Penilaian itu penting agar mereka mendapatkan sertifikasi lingkungan," kata Hadi Jatmiko, aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel kepada okezone di Palembang, Jumat (29/8/2008).

Hadi menyebutkan terdapat spesies hampir punah dalam konsesi HPHTI PT MHP mengacu hasil identifikasi dan analisis keberadaan HCVF yang diterbitkan perkebunan raksasa itu bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan IPB.

"Dengan luas hutan yang dikelola 296.400 hektare di Benakat, Subanjeriji, dan Martapura, PT MHP tergolong perkebunan raksasa. Proporsinya berkisar 2,6 persen dari sisa kawasan hutan 11.385.000 hektare di Pulau Sumatra," tegas Jatmiko.

Antara tahun 1985-2003, sambung dia, laju penurunan hutan di Sumatra mencapai 21 persen dari semula 23.324.000 ha. "Tak heran bila akibatnya fauna langka bukan kembali ke habitatnya melainkan populasinya jadi makin sedikit karena Sumatra tiada lagi menyediakan hutan di alam yang baik untuk menghidupi binatang," tutup Hadi. (Sumber Okezone, 30 Agustus 2008).

10 September 2008

KPUD: Alex Noerdin menangi Pilkada Sumsel

Kamis, 11 September 2008 | 10:04 WIB

Laporan wartawan Kompas Bonivasius Dwi P

PALEMBANG, KAMIS - Komisi Pemilihan Umum Sumsel akhirnya selesai melakukan rapat pleno terbuka penghitungan suara Pilkada Gubernur Sumsel, Kamis (11/9) menjelang siang ini.

Hasilnya, Alex Noerdin memenangi Pilkada Sumsel dengan meraih total suara 1.866.390 suara, sedangkan Syahrial Oesman meraih 1.764.373 suara.

Dengan demikian, Alex Noerdin dan Eddy Yusuf tinggal menunggu penetapan resmi dan pelantikan sebagai gubernur-wakil gubernur Sumatera Selatan 2008-2013. Namun, situasi sidang pleno ini masih sangat tegang karena saat ini ribuan massa Syahrial Oesman-Helmy Yahya sedang mengepung Kantor KPU Sumsel.

Sidang pleno ini dijaga 2.500 personel polisi dari jajaran gabungan Polda Sumsel. Berikut hasil detil Pilkada Sumsel, pasangan Aldy menang di Kabupaten Banyuasin, Muba, OKU Selatan, Lahat, Pagar Alam, dan Empat Lawang. Sementara itu, pasangan Sohe menang di Kota Palembang, Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, OKU Selatan, OKU Timur, dan Lubuk Linggau.

Persentase kemenangan belum dihitung oleh KPU Sumsel. Suara tidak sah mencapai 73.828 suara, sedangkan total pemilih di Sumsel mencapai 3.630.763 orang. (ONI). (Sumber: Kompas online)

23 April 2008

Indonesia Bawa Isu Illegal Loging Sebagai Kejahatan Internasional

London-RoL-- Indonesia berhasil membawa masalah atau isu isu baru dalam sidang ke 17 PBB untuk Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana PBB (Commission on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ) dalam akhir sidang yang diadakan di Gedung PBB di Wina, Austria, pekan silam.

Sejak dua tahun terakhir ini Indonesia berhasil membawa dan mengajukan isu baru yang secara internasional diterima sebagai kejahatan internasional yaitu pencurian kayu hutan yang dikenal dengan illegal loging.

Hal itu disampaikan Duta Besar RI untuk Republik Austria merangkap Republik Slovenia, dan Badan PBB lainnya UNIDO, IAEA, UNOV, CTBTO, OPEC, Triyono Wibowo dalam wawancara khusus dengan Koresponden LKBN Antara London, di Wina akhir pekan yang didampingin Darianto Harsono, First Secretary Information and Public Diplomacy KBRI Wina.

Menurut Tryono Wibowo, pencurian kayu hutan yang dikenal dengan illegal loging yang merupakan suatu kejahatan diakui oleh seluruh anggota sidang yang harus diatasi di tingkat masing masing negara.

Namun diakui sebagai suatu kejahatan internasional yang harus ditangani secara bersama baru pertama kalinya oleh Komisi Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana PBB, ketika Indonesia mengajukan satu rancangan yang didukung banyak negara sebagai suatu resolusi, ujar Tryono Wibowo.

Menurut Dubes, Direktur Eksekutif Kantor PBB di Wina, Antonio Maria Costa pun dalam pembukaan sidang mengakui bahwa pencurian kayu hutan/illegal loging itu adalah suatu kejahatan yang nyata yang diakui secara internasional, meskipun secara nasional sudah sejak lama.

Lalu lintas (Trafficking) antar negara terhadap produk produk hutan seperti kayu, wild life serta produk hutan lainnya yang disebutkan sebagai suatu kejahatan internasional baru diakui pada tahun lalu, ujarnya.

Tryono Wibowo mengatakan, resolusi yang diajukan Indonesia itu sepenuhnya didukung oleh berbagai negara besar dunia seperti Amerika Serikat, Australia, Jepang, serta negara berkembang seperti Argentina, Afganistan, Iran, Guatemala dan Philipina.

Dalam resolusi Indonesia berhasil menyatakan lalu lintas (Trafficking) produk produk hutan termasuk ilegal loging sebagai suatu kejahatan internasional dan KBRI Wina juga berhasil membuat negara anggota memberikan komitmennya di tingkat nasional dan memperbaiki sistem hukumnya guna memberantas praktek ilegal loging.

Selain itu, ujar Tryono Wibowo, Indonesia juga mengharapkan adanya komitmen negara anggota untuk bekerjasama baik secara bilateral, regional dan internasional bersama sama memberantas dan mencegah terjadinya praktek praktek ilegal loging.

Ada tiga hal yang pertama adanya pengakuan sebagai suatu kejahatan internasional, kedua komitmen ditingkat nasional dan ketiga komitmen ditingkat bilateral, ujarnya.

Komitmen

Dubes Tryono Wibowo mengatakan, tahun ini ia mempunyai tugas untuk minta komitmen dengan cara mereka memberikan laporan mengenai apa yang telah dilakukan dan selanjutnya membuat langkah, untuk itu ia masih menunggu gambaran yang jelas apa yang telah dilakukan masing masing negara.

Diharapkan tahun depan Indonesia sudah dapat mengajukan satu langkah yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut dan Indonesia juga tidak perlu ragu ragu untuk menyampaikan kepada negara tetangga bahwa ilegal loging terjadi karena beberapa pihak disekitar tetangga menfasilitasi dan bahkan menjadi pelaku praktek praktek ilegal loging.


"Saya ingin negara tetangga Indonesia memberikan laporannya, ujarnya apalagi nantinya resolusi ini akan dibawa dan dibahas dalam sidang PBB Konvensi Menentang Organisasi Kejahatan Transnasional (UN Convention against Transnational Organized Crime (UNATOC)."

Diharapkannya Indonesia dapat membawa masalah ilegal loging ini sebagai suatu kejahatan internasional dalam sidang meskipun Indonesia belum meratifikasi konvensi tersebut, namun Indonesia dapat berpartisipasi aktif membawa masalah ilegal loging ini dalam sidang UNATOC.

Mulai dari sekarang kita harus siap siap, karena pada tahun 2006, Indonesia gagal mengajukan masalah tersebut, karena satu negara yaitu Brazil menentang. "Saya sempat merasa kecewa waktu itu, tapi saya berusaha selama setahun akhirnya Indonesia berhasil mengeluarkan Resolusi no 16/1 itu," demikian Tryono Wibowo. ant/ (Republika, 23 April 2008).

Dephut Setujui HTR Seluas 82.000 Hektar

Jambi-RoL-- Departemen Kehutanan (Dephut) menyetujui usulan Provinsi Jambi membebaskan lahan seluas 82.000 hektar untuk membangun hutan tanaman rakyat (HTR).

Lahan 82.000 hektar itu berada di lima kabupaten yakni Tebo, Batanghari, Muarojambi, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur, kata Gubernur Jambi H Zulkifli Nurdin setelah membuka sosialisasi implementasi kebijakan HTR di Jambi, Selasa. Sosialisasi itu digelar Pemprov Jambi bekerjasama dengan proyek Uni Eropa-Indonesia (EC Indonesia Flegt Support Project) Jambi.

HTR seluas 82.000 hektar dikeluarkan dari lahan hutan tanaman industri (HTI) yang dikelola PT Wira Karya Sakti (WKS) dan 41.000 ha diperoleh dari eks HPH yang telah gundul atau rusak. Pengelolaan HTR untuk reboisasi itu nanti diserahkan kepada petani atau warga sekitar di bawah wadah Perhimpunan Petani Jambi (PPJ).

Tanaman penghijauan diarahkan ke tanaman jelutung yang bisa menghasilkan getah untuk kebutuhan industri. Sebelum panen getah jelutung 8-10 tahun mendatang petani akan diberi modal usaha pengembangan sektor pertanian dan peternakan.

Untuk membiayai hidup petani sebelum panen getah jelutung, Pemprov Jambi pada 2008 mengusulkan dana senilai Rp 5 miliar, serta masing-masing bantuan Rp 5 miliar dari lima kabupaten tersebut, dan Rp 5 miliar bantuan PT WKS.

Setiap petani nanti akan diberikan masing-masing dua hektar mengelola HTR dengan menanam jelutung. Dari hasil analisis pada masa panen nanti petani bisa menghasilkan Rp 3,5 juta per bulan dari penjualan getah jelutung. Mengenai bibit jelutung kini sudah tidak ada masalah, karena bibit sudah disiapkan di lahan penangkar PPJ, jika kurang akan didatangkan dari Papua, karena kebutuhan bibit jelutung itu mencapai 4,6 juta batang.

Menyinggung tentang pembalakan liar (ilegal logging) di Jambi, Zulkifli mengakui dalam dua tahun terakhir ini terjadi penurunan cukup signifikan, karena penegakan hukum terhadap para pelaku terus ditingkatkan. "Saya juga telah meminta kepada masyarakat sekecil apapun tanaman kayu di hutan jangan ditebang, karena hutan di Jambi sudah banyak yang rusak akibat pembalakan liar selama ini," kata Gubernur Jambi. antara/mim. (Republika, 22 April 2008).