02 Januari 2008

KYOIKU MAMA, KUNCI MELESATNYA KEMAJUAN BANGSA JEPANG

Saya sangat terkesan membaca tulisan Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kita, di harian Kompas pada bulan Juli 2007. Tulisan itu mengulas dua kata pertama pada judul tulisan ini, Kyoiku Mama. Kyoiku Mama adalah bahasa Jepang, yang artinya pendidikan Ibu (Education mama). Betapa pentingnya peranan seorang Ibu dalam sebuah rumah tangga (bahkan lingkungan yang lebih luas lagi) di Jepang, didalam memajukan dan mewarnai budaya Jepang yang maju tetapi tetap mempertahankan nilai-nilai luhur ketradisionalan mereka.

Kemajuan Bangsa Jepang, kita tahu, belumlah lama. Secara drastis, akibat kekalahan perang dengan dibomnya Hiroshima dan Nagasaki pada tahun 1945, telah memecut mereka untuk segera bangkit dan mengatakan pada dunia bahwa, “Inilah kami Bangsa Jepang!”.

Pendidikan, satu kunci utama bagi bangsa itu untuk membangkitkan kembali semangat rakyatnya. Untuk itu, pertanyaan pertama, ketika akan mulai membangun kembali pasca porak porandanya Hiroshima dan Nagasaki, adalah, “Berapa guru yang masih ada?”. Namun, disamping itu, peranan seorang Ibu Rumah Tangga di Jepang ternyata sangat penting didalam mendorong kebangkitan bangsa ini. Spirit kebangkitan dan kemajuan Jepang timbul dari pendidikan rumah, dan itu adalah tutur kata mama, arahan dan bimbingan mama mulai dari kanak-kanak mereka.

Sistem pendidikan dan kebudayaan Jepang mengandalkan peran perempuan dalam membesarkan anak. Karena itu dipegang teguh kebijakan ryosai kenro (istri yang baik dan ibu yang arif), yang menempatkan posisi perempuan selaku manajer urusan rumah tangga dan perawat anak-anak bangsa. Ibu-ibu Jepang sendiri yang memantapkan peran tersebut. Mereka menilai diri sendiri, dan karenanya, dinilai oleh masyarakat berdasarkan keberhasilan anak-anaknya, baik sebagai warga, pemimpin maupun pekerja.

Kita punya potensi seperti mereka

Budaya dongeng sebelum tidur, sebenarnya sangat positif dan mampu memberikan pesan-pesan dan nasehat-nasehat Ibu untuk anaknya. Dengan kemasan cerita (dongeng) yang menarik, anak-anak kita lebih bisa menerima dan mengingat-ingat, apalagi yang bercerita adalah Ibu kandungnya. Namun, dewasa ini, dongengan Ibu sebelum tidur telah tergeser dan tergantikan dengan acara-acara televisi yang instant ditonton oleh generasi calon pemimpin Bangsa kita.

PKK dan Dharma Wanita beberapa dekade yang lalu sempat jadi cara efektif menjadi agent of change dan transfer pengetahuan melalui Ibu-Ibu, baik di kampung-kampung terpencil, hingga Ibu-Ibu istri pejabat pengambil kebijakan. Sayangnya, akhir-akhir ini lembaga ini kurang diaktifkan lagi, karena di masa lalu, banyak oknum memanfaatkannya untuk kepentingan politik.

Beberapa budaya dan lembaga ini kalau dihidupkan kembali, bisa jadi bakal menjadi penggerak utama dalam kemajuan Bangsa kita yang kita cintai. Asal saja, semua dilakukan secara ikhlas, tanpa ditumpangi kepentingan politik untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok tertentu. Kita bisa meniru kemajuan Jepang, yang ternyata peranan Ibu rumah tangga sangat dominan dan strategis. Melalui Ibu rumah tangga ini pula pendidikan untuk disiplin, menjaga lingkungan, adab sopan santun, semangat dan kerja keras bisa ditankan kepada generasi kita sejak sedini mungkin. Semoga! (Saifudin Anshori)

Tidak ada komentar: